Sabtu, 22 Juni 2013

The Story of Tilla 1

Perjalanan panjang cinta dan kehidupanku tak semulus dan selembut kulit bayi.


Meme, Cinta dan Clara, adalah 3 nama terpenting yang menjadi bagian dari kisahku. 



Meme >>>

Awal kenal Meme dikenalin oleh salah seorang teman di sebuah pub. Sebagai gadis penggila pesta, pub adalah rumah kedua bagiku. Meme tidak luput dari incaranku, karena orang tuanya merupakan salah satu orang terkaya di kawasan tempat tinggal Tilla. Rumahnya pun hanya berjarak kurang lebih 2 meter dari kost-kostanku.

Setiap hari Meme yang selalu antar-jemput ke sekolah. Aku duduk di bangku kelas 1 SMA ketika itu. Kami terpaut usia 9 tahun dan merupakan anak dari seorang pejabat penting. Sebenarnya wajahku tak secantik Meme yang memiliki kulit bak porselen dan begitu terawat. Kelebihanku hanya sebatas perayu ulung yang bisa dibilang handal. Aku bisa menaklukkan hati beberapa wanita kesepian dalam sekali rayuan. Meme adalah salah satu dari wanita kesepian yang sangat kaya-raya. (Tadinya dia adalah wanita straight yang aku cuci otaknya buat dijadikan pacar). Dia menyukaiku dan akhirnya jatuh cinta juga padaku. Aku menceritakan semua tentang hidupku yang kehilangan kedua orang tua dan harus membiayai hidup kedua adikku yang ketika itu masih sekolah. Rupanya Meme merasa iba dan memberikanku uang yang jumlahnya tidak sedikit. Semakin tergila-gila aku pada uang. Akupun bermain api dengan wanita lain, tujuanku hanya untuk memanfaatkan saja. Pikirku, aku bisa dapat uang lebih dari yang dikasih Meme dengan pura-pura mencintai wanita yang jelas-jelas belok dan sedang butuh hiburan. Dengan menghibur hati si selingkuhan saja,  aku bisa dapat uang saku 4 juta per-malam. Hal ini aku lakukan selama berbulan-bulan dan tanpa sepengetahuan Meme. Aku sungguh sangat mencintai Meme, tapi aku juga harus memikirkan kedua adik perempuanku yang tinggal di Manado. Mereka harus sekolah. Aku mainin perasaan Meme demi ini semua. 



Sepandai-pandainya tupai meloncat, akhirnya jatuh juga. Sepandai-pandainya aku menyembunyikan hubunganku dengan selingkuhan akhirnya ketahuan juga. Meme marah besar dan hubungan pun kandas. 

Aku pindah ke sebuah kontrakan dekat dengan rumah selingkuhanku. Dengan cara ini aku bisa melupakan Meme. Nyatanya ssetiap malam aku selalu teringat-ingat Meme, sekalipun sedang jalan berduaan dengan selingkuhan. Karena seringnya jalan berdua dan semakin intimnya hubungan kami, tanteku mencium gelagat yang ganjil dari kami. Kemudian aku dan dia dipisahkan, tante mengembalikanku ke Manado. Aku memang sempat tinggal di Manado selama 2 minggu, lalu aku berinisiatif memulai kehidupan di Jakarta. Di otakku pada saat itu, pasti asik sekolah di Jakarta. Apalagi selingkuhanku masih memberikanku uang setiap bulannya. Dia pun memberikanku sebuah mobil mercedes benz putih sebagai hadiah ulang tahun. Hubungan kami masih berlanjut.


Di Jakarta aku kembali berulah.

Dari pub ke pub aku kembali beraksi. Ada 2 hal yang membuatku beraksi. Pertama, karena aku ingin sekali melupakan Meme, tapi nggak pernah bisa. Kedua, aku sudah mulai bosan dengan selingkuhan dan ingin mencari yang baru (pastinya harus tajir juga). Dengan segala modal uang yang diberikan sang selingkuhan aku bisa mendadak jadi gadis glamour kan? Tapi jangan punya pikiran aku menggunakan high heels dan rok mini ya. Penampilanku rada tomboy dan semaksimal mungkin menjadi seorang tomboy yang kaya raya. Inilah sebenarnya senjataku menaklukkan wanita-wanita kesepian atau mungkin wanita-wanita cantik.


Singkat kata, di salah satu pub yang sering aku kunjungi, aku berjumpa dengan Maya. Kebetulan sebagian saham dari pub itu milik Maya. Akupun berusaha semaksimal mungkin buat merebut perhatian Maya, apalagi secara terang-terangan aku mengetahui kalau Maya adalah pecinta wanita. Awalnya cukup susah mendekati Maya. Maya adalah seorang B*tchy yang nggak mungkin suka sama cewek tomboy. Ditambah lagi, aku waktu itu masih anak sekolahan dan Maya sedang mencari kekasih yang notabennya bukan anak sekolahan. Segala daya dan upaya aku lakukan untuk menarik perhatian. Sebenarnya Maya adalah seorang yang ramah dan mau terbuka, jadi untuk mendekatinya pun tidak susah. Minatku pada Maya bertambah tinggi, kala aku tahu dia mempunyai rumah yang bak istana di sekitar daerah Bogor. Setiap akhir pekan, aku diajak jalan-jalan ke puncak. Cinta lambat laun bergulir di antara kami, entahlah karena apa. Padahal ketika itu Maya sedang pedekatean juga dengan seorang konglomerat, tapi Maya malah memilih aku yang notabennya nggak punya apa-apa ini. Walaupun aku punya mercedes benz putih pemberian selingkuhan, itu nggak bisa menjadikanku sebagai wanita kaya-raya. Dengan perbedaan usia yang terpaut 11 tahun, kami mengikat janji saling setia di puncak Bogor. Setali tiga uang dengan selingkuhanku, Maya aku perlakukan sebagai kekasih hanya sebagai tameng untuk mengkorek-korek hartanya. Meme masih bersemayam dalam hatiku, bahkan ketika mencium bibir Maya aku teringat Meme. 

Setengah tahun pacaran dengan Maya, akupun diajak Maya main-main ke rumah tantenya di Bogor.  Seorang gadis memakai baju sekolah seperti aku, masuk ke ruang tamu dengan tergesa-gesa.


"Sayaaang, kamu kok lari-lari?" tanya tante Karen (nama tantenya Maya) pada gadis yang langsung meluncur menaiki anak tangga. Ketika aku melihat gadis itu menoleh, entah mengapa, jantungku seperti berhenti berdetak. 

"Eh, ada tamu ya tante?" sahutnya seraya kembali menuruni anak tangga.

"Kamu memang mau ke mana? Sampai-sampai lupa kasih salam,"

"Ada teman di depan, jadi Cicit harus cepat-cepat ganti baju,"

"Kenapa nggak disuruh masuk?"

"Mereka...humm...anu...takut sama tante..." ucapnya sembari garuk-garuk kepala.

"Cit, kenalin temannya mbak, namanya Tilla," seru Maya pada Cicit yang mempunyai bola mata indah. Dia melirik sekilas kearahku dan hanya tersenyum lalu kembali mengajak ngobrol tante Karen.

"Cicit mau liburan tempat pak Ustadz boleh ya tante?"

"Berapa hari?"

"Dua minggu"

"Jadi liburan ini, kamu habiskan di sana?"

"Cinta mau serius belajar mengaji di sana, boleh ya?" pinta Gadis yang berkulit sawo matang itu pada tante Karen.

"Boleh dong sayang, tapi seminggu aja ya? karena tante mau merayakan ulang tahun mbak kamu,"

Rona wajah Cicit berubah nggak senang dan blak-blakan, "Justru lama-lama di sana biar nggak ketemu sama Mbak Maya kok,"

Aku mengernyit statis begitupula yang dilakukan oleh tante Karen dan Maya, mereka rupanya sama-sama terkejut mendengar penuturan Cinta.

"Sayang, kamu nggak mau ketemu sama mbak?" sahut Maya dengan wajah shocknya.

"Betul sekali," jawab Cicit dengan senyuman palsu. "Pasti, nanti acaranya penuh dengan asap rokok & minuman beralkohol. Males banget deh,"

Tante merangkul pundak Cinta yang seperti enggan didekatin. "Sayang, pesta ini khusus buat orang-orang terdekat kita aja. Kita akan adakan di Villa. Dan pastinya nggak akan ada rokok dan alkohol."

"Sudah ah, Cicit mau ganti baju dulu. Bye!"



********************************************************************************



"Kamu mabuk-mabukan lagi di depan Cinta?"

"Ng-nggak kok, maksudnya hanya minum sedikit, tapi nggak sampai mabuk,"

"Sudah berapa kali tante katakan, jangan mabuk-mabukan di depan dia,"

"Saya nggak mabuk tante." ucap Maya tegas. "Anak itu kan emang agak lebay, jangan didengerin."

"Walaupun anak itu berbohong di depan tante sekalipun, tante tetap akan membela dia ketimbang kamu. Inget! Dia adalah anak tante." cerocos Tante Karen berkaca-kaca. "Kalau sampai saya kehilangan dia gimana? kamu mau tanggung jawab!"

Maya hanya terdiam begitupula aku yang bingung dengan silsilah Cinta. Kalau memang Cinta adalah anak tante Karen, kenapa Cinta menyebut Mamanya sendiri dengan panggilan "tante".

"Maap tante, saya nggak bermaksud begitu. Saya waktu itu stress  dan tahu-tahu dia sudah ada di belakang saya."

"Kamu harus cari tahu di mana rumah guru ngajinya itu."

 Satu hal lagi yang bikin ganjil, Maya dan tante Karen adalah seorang nasrani, lha kok Cinta punya guru ngaji segala sih?!

"Saya sudah tahu, tante. Saya bahkan kenal sama anaknya guru ngaji Cinta. Mereka tinggal di perumahan kumuh."

"Apa?! Di perumahan kumuh?"



To be continued...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TIDAK BERBAU SARA